Apa itu HKI?

Merek bisa jadi merupakan bentuk perlindungan HKI yang paling dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Barang atau jasa apapun yang kita butuhkan, lebih sering kita sebut dengan nama dagangnya atau mereknya ketimbang nama generiknya. Salah satu contoh adalah, kita akan lebih sering menyebut air mineral sebagai aqua, padahal aqua sendiri merupakan nama merek dagang. Bahkan, odol pun sebenarnya adalah merek pasta gigi asal jerman yang sempat mampir di negara kita, namun banyak masyarakat kita yang menyebut pasta gigi dengan sebutan odol. 

Merek – atau juga biasa dikenal dengan istilah brand – adalah dentitas dari sebuah produk barang atau jasa yang ada dalam perdagangan. Namun tidak hanya sebagai identitas semata, merek juga berperan penting mewakili reputasi tidak hanya produknya, namun juga penghasil dari produk barang/jasa yang dimaksud. Tak heran jika branding  menjadi bagian yang sangat penting dalam pemasaran suatu produk/jasa.

Hak Merek adalah bentuk perlindungan HKI yang memberikan hak eksklusif bagi pemilik merek terdaftar untuk menggunakan merek tersebut dalam perdagangan barang dan/atau jasa, sesuai dengan kelas dan jenis barang/jasa untuk mana merek tersebut terdaftar. Nantinya pendaftar merek akan lebih tenang karena merek sudah tidak bisa digunakan lagi oleh orang lain, dan berhak melarang siapapun yang menggunakan merek yang sudah di daftarkan.

Merk yang bisa diberi HKI?

Suatu merek yang dapat didaftar harus memiliki daya pembeda dan dipergunakan dalam perdagangan barang/jasa, dan dapat berupa:

  • gambar, seperti lukisan burung garuda pada logo Garuda Indonesia atau gambar kelinci pada logo Dua Kelinci;
  • kata, seperti Google, Toyota, atau Mandiri;
  • nama, seperti Tommy Hilfiger atau Salvatore Ferragamo;
  • frasa, seperti Sinar Jaya atau Air Mancur;
  • kalimat, seperti Building for a Better Future atau Terus Terang Philip Terang Terus;
  • huruf, seperti huruf “F” pada logo Facebook atau huruf “K” pada logo Circle-K;
  • huruf-huruf, seperti IBM atau DKNY;
  • angka, seperti angka “7” pada logo Seven Eleven atau angka “3” pada logo provider GSM Three;
  • angka-angka, seperti merek rokok 555 atau merek wewangian 4711;
  • susunan warna, seperti pada logo Pepsi atau Pertamina;
  • bentuk 3 (tiga) dimensi;
  • suara;
  • hologram;
  • kombinasi dari unsur-unsur tersebut.

Suatu Merek tidak dapat didaftar apabila:

  • pendaftarannya dilandasi dengan itikad buruk. Katakanlah seorang pengusaha ayam goreng mendaftarkan merek CIPUTAT FRIED CHICKEN di kelas dan jenis barang-barang hasil olahan daging ayam. Jika ada pengusaha lain yang mencoba mendaftarkan merek yang sama untuk kelas dan jenis jasa restoran dengan niatan untuk menghalangi pengusaha pertama, maka pendaftaran kedua bisa dianggap dengan itikad tidak baik dan dengan demikian semestinya tidak dapat didaftar;
  • Buddha Bar yang kemudian dibatalkan karena dianggap bertentangan dengan agama;
  • tidak memiliki daya pembeda, misalnya tanda tanya “?” atau huruf balok tunggal “K” dalam perwujudan yang biasa/lazim. Namun tanda tanya “?” yang diberi ornamen seperti pada logo Guess, atau huruf tunggal “K” yang ditampilkan dalam tata artistik tertentu seperti pada logo Circle-K, bisa didaftar;
  • telah menjadi milik umum, seperti tanda tengkorak bajak laut atau palang seperti pada palang merah. Namun jika diberi ornamen tambahan seperti tengkorak pada logo Skullcandy atau palang pada logo Swiss Army, bisa didaftar;
  • menerangkan barang/jasanya itu sendiri. Apple tidak dapat didaftarkan sebagai merek untuk buah-buahan, tapi bisa didaftar untuk merek produk elektronik.

Selain itu pendaftaran suatu merek juga harus ditolak oleh DJHKI jika merek yang akan didaftar mempunyai persamaan baik keseluruhan maupun pada pokoknya dengan:

  • merek terdaftar milik pihak lain untuk barang/jasa yang sejenis. Ketika A sudah memiliki merek terdaftar GEULIS untuk jenis barang pakaian jadi, pendaftaran GEULIS, GEULEES, atau GAULIES oleh B pada jenis barang pakaian jadi akan ditolak;
  • merek terkenal milik pihak lain. Kriteria baku merek terkenal sebenarnya belum diatur secara resmi dalam Peraturan Pemerintah. Biasanya penentuan apakah suatu merek dapat dianggap terkenal atau tidak dilihat dari adanya pendaftaran di sejumlah negara; atau
  • Indikasi geografis yang sudah dikenal. Kintamani misalnya, tidak dapat didaftar sebagai merek untuk kopi, karena sudah ada indikasi geografis Kopi Kintamani. Demikian pula Parmigiana Reggiano untuk keju dan olahan susu, atau Champagne untuk minuman beralkohol.

Di samping itu pendaftaran juga harus ditolak jika merek:

  • merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum milik orang lain kecuali sudah ada persetujuan;
  • merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang, simbol, atau emblem negara, lembaga nasional, atau lembaga internasional kecuali sudah ada persetujuan; atau
  • merupakan tiruan atau menyerupai tanda, cap atau stempel resmi yang digunakan negara atau lembaga pemerintah, kecuali sudah ada persetujuan tertulis.

Siapa yang berhak mendaftarkan merk?

Satu konsep yang harus dipahami dalam sistem perlindungan merek – khususnya yang berlaku di Indonesia – adalah bahwa sejatinya istilah yang tepat bukanlah “pemilik merek”, melainkan “pemilik/pemegang hak atas merek terdaftar”, karena sang pemilik hak tersebut memperoleh haknya melalui klaimnya dalam bentuk pendaftaran ke DJHKI. Suatu merek bebas dipergunakan – bukan dimiliki – oleh siapa saja, sampai ada orang yang mengklaim hak eksklusif atas merek tersebut melalui pendaftaran.

Prinsip first to file yang dianut dalam sistem perlindungan Merek di Indonesia membuat siapapun – baik perorangan maupun badan hukum – yang pertama kali mendaftarkan suatu merek untuk kelas dan jenis barang/jasa tertentu, dianggap sebagai pemilik hak  atas merek yang bersangkutan untuk kelas dan jenis barang/jasa tersebut.

Kapan sebaiknya suatu merek didaftar?

Tidak seperti Paten atau Hak Cipta, perlindungan Merek Terdaftar tidak mempersyaratkan baik “kebaruan (novelty)” ataupun “keaslian (originality)”. Dengan demikian suatu merek yang sudah dipergunakan secara luas selama bertahun-tahun tetap masih bisa didaftar, sepanjang memang tidak memiliki persamaan baik secara keseluruhan maupun pada pokoknya dengan merek milik pihak lain yang telah lebih dahulu didaftar atau diajukan permohonan pendaftarannya.

Hal ini tidak berarti pendaftaran merek tidak time-sensitive sama sekali. Merek juga menganut prinsip first to file, sehingga kelalaian seseorang untuk mendaftarkan suatu merek untuk barang/jasa yang diperdagangkan bisa berakibat ia keduluan oleh orang lain mendaftarkan merek yang sama/mirip untuk barang/jasa sejenis, sehingga ia bisa kehilangan hak untuk mempergunakan mereknya sendiri yang sudah ia pergunakan lebih dahulu.

Dimana sajakah perlindungan merek berlaku?

Merek menganut prinsip teritorial, yang artinya perlindungan merek hanya berlaku di negara di mana permohonan paten diajukan dan diberi. Untuk memperoleh perlindungan merek di wilayah hukum Indonesia, maka sang inventor harus mengajukan permohonan merek di Indonesia, dalam hal ini ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (DJHKI).  Di sisi lain merek yang hanya didaftar di Indonesia, tidak memiliki perlindungan di negara lain.

Untuk mendaftarkan merek di luar negeri, pemohon harus mendaftarkan merek tersebut sendiri-sendiri di masing-masing negara yang dikehendaki, dengan menunjuk Konsultan HKI Terdaftar yang wilayah kerjanya meliputi negara tersebut, untuk menjadi Kuasa permohonan. Dalam kurun waktu 6 bulan sejak Tanggal Penerimaan pertama kali di Indonesia, pemohon bisa mengajukan permohonan pendaftaran untuk merek yang sama untuk barang/jasa sejenis di negara lain yang sama-sama menjadi anggota Konvensi Paris dan mendapatkan Tanggal Penerimaan yang sama dengan Tanggal Penerimaan di Indonesia dengan menggunakan Hak Prioritas.